Aditif makanan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
selai kacang
dibuat dengan pengental
Aditif makanan atau bahan
tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan
untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor dan memperpanjang daya simpan.[1] Selain itu
dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin.[1] Penggunaan
aditif makanan telah digunakan sejak zaman dahulu.[1] Bahan aditif
makanan ada dua, yaitu bahan aditif makanan alami dan buatan atau sintetis.[1]
Bahan tambahan
makanan adalah bahan yang bukan secara alamiah merupakan bagian dari bahan
makanan, tetapi terdapat dalam bahan makanan tersebut karena perlakuan saat
pengolahan, penyimpanan atau pengemasan.[1]
Agar makanan
yang tersaji tersedia dalam bentuk yang lebih menarik, rasa enak, rupa dan konsistensinya baik serta awet maka sering dilakukan penambahan bahan tambahan makanan
yang sering disebut zat aditif kimia (food
aditiva).[1] Adakalanya
makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang menarik meskipun kandungan
gizinya tinggi.[1]
Daftar
isi
|
Bahan aditif
makanan dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok tertentu tergantung
kegunaanya, diantaranya:
Kristal
monosodium glutamat digunakan sebagai penguat rasa
Monosodium
Glutamat (MSG) sering digunakan sebagai penguat rasa makanan buatan dan juga
untuk melezatkan makanan.[1] Adapun penguat rasa alami diantaranya adalah bunga cengkeh, pala, merica, cabai, laos, kunyit, ketumbar.[1] Contoh penguat
rasa buatan adalah monosodium glutamat/vetsin, asam cuka, benzaldehida, amil asetat.[1]
Zat pemanis
buatan biasanya digunakan untuk membantu mempertajam rasa manis.[1] Beberapa jenis
pemanis buatan yang digunakan adalah sakarin, siklamat, dulsin, dan aspartam.[1] Pemanis buatan
ini juga dapat menurunkan risiko diabetes, namun siklamat merupakan zat yang
bersifat karsinogen.[1]
Bahan pengawet
adalah zat kimia yang dapat menghambat kerusakan pada makanan, karena serangan bakteri, ragi, cendawan.[2] Reaksi-reaksi
kimia yang sering harus dikendalikan adalah reaksi oksidasi, pencoklatan (browning) dan
reaksi enzimatis lainnya.[2] Pengawetan
makanan sangat menguntungkan produsen karena dapat menyimpan kelebihan bahan
makanan yang ada dan dapat digunakan kembali saat musim paceklik tiba.[2] Contoh bahan
pengawet adalah natrium benzoat, natrium
nitrat, asam sitrat, dan asam
sorbat.[2]
Warna dapat
memperbaiki dan memberikan daya tarik pada makanan.[2] Penggunaan
pewarna dalam bahan makanan dimulai pada akhir tahun 1800, yaitu pewarna tambahan berasal dari
alam seperti kunyit, daun pandan, angkak, daun suji, coklat, wortel, dan karamel.[2] Zat warna sintetik ditemukan oleh William Henry Perkins tahun 1856, zat pewarna ini lebih stabil dan
tersedia dari berbagai warna.[2] Zat warna
sintetis mulai digunakan sejak tahun 1956 dan saat ini ada kurang lebih 90% zat
warna buatan digunakan untuk industri makanan.[2] Salah satu
contohnya adalah tartrazin, yaitu pewarna makanan buatan yang
mempunyai banyak macam pilihan warna, diantaranya Tartrazin CI 19140.[2] Selain
tartrazin ada pula pewarna buatan, seperti sunsetyellow FCF (jingga),
karmoisin (Merah), brilliant blue FCF (biru).[2]
Pengental yaitu
bahan tambahan yang digunakan untuk menstabilkan, memekatkan atau mengentalkan
makanan yang dicampurkan dengan air, sehingga membentuk kekentalan
tertentu.[2] Contoh
pengental adalah pati, gelatin, dan gum (agar, alginat, karagenan).[2]
Gom arab
sebagai agen pengemulsi
Pengemulsi (emulsifier) adalah zat
yang dapat mempertahankan dispersi lemak dalam
air dan sebaliknya.[3] Pada mayones bila tidak ada pengemulsi, maka lemak akan terpisah
dari airnya.[3] Contoh
pengemulsi yaitu lesitin pada kuning telur, Gom arab dan gliserin.[3]
- antioksidan, seperti
butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluena (BHT), tokoferol (vitamin E),
- pengikat logam,
- pemutih,
seperti hidrogen peroksida, oksida klor, benzoil peroksida, natrium hipoklorit,
- pengatur
keasaman, seperti aluminium amonium sulfat, kalium sulfat, natrium sulfat, asam
laktat,
- zat gizi,
- anti
gumpal, seperti aluminium silikat, kalsium
silikat, magnesium karbonat, magnesium oksida.
Bahan aditif
juga bisa membuat penyakit jika tidak
digunakan sesuai dosis, apalagi bahan
aditif buatan atau sintetis.[3] Penyakit yang
biasa timbul dalam jangka waktu lama setelah menggunakan suatu bahan aditif
adalah kanker, kerusakan ginjal, dan lain-lain.[3] Maka dari itu pemerintah mengatur penggunaan bahan aditif
makanan secara ketat dan juga melarang penggunaan bahan aditif makanan tertentu
jika dapat menimbulkan masalah kesehatan yang berbahaya.[3] Pemerintah
juga melakukan berbagai penelitian guna menemukan bahan aditif makanan yang
aman dan murah.[3]
Menurut undang-undang RI No 7 Tahun
1996 tentang Pangan, pada Bab II mengenai Keamanan Pangan, pasal 10 tentang
Bahan Tambahan Pangan dicantumkan[4]:
- Setiap
orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan
apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau
melampau ambang batas maksimal yang telah ditetapkan.
- Pemerintah
menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan
sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan
serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
Bahan makanan
|
Alasan
|
Potasium
nitrat (E252)
|
Dapat
dibuat dari limbah hewani atau sayuran.
Digunakan untuk pengawet, kuring, mempertahankan warna daging. Contoh pada sosis, ham, keju Belanda.
|
L-asam
tartarat (E334)
|
|
Turunan
asam tartarat E335, E336, E337, E353 (dari E334)
|
|
Gliserol/gliserin
(E422)
|
|
Asam
lemak dan turunannya, E430, E431, E433, E434, E435, E436
|
Dapat
berasal dari turunan hasil hidrolisis
lemak hewani. Pengemulsi, penstabil, E343: antibusa. Terdapat pada produk roti dan kue, donat, produk susu (es krim),
desserts beku, minuman, dll.
|
Pengemulsi
yang dibuat dari gliserol dan/atau asam lemak (E470 – E495)
|
Dapat
dibuat dari hasil hidrolisis lemak hewani untuk menghasilkan gliserol
dan asam lemak sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, pemodifikasi
tekstur, pelapis, plasticizer, dll. Terdapat pada Snacks, margarin, desserts,
coklat, cake, puding.
|
Edible
bone phosphate (E542)
|
|
Asam
stearat
|
Dapat
dibuat dari lemak hewani walaupun secara komersil dibuat secara sintetik dari
anticracking agent.
|
L-sistein
E920
|
Dapat
dibuat dari bulu hewan/unggas dan di Cina dibuat dari bulu manusia. Sebagai
bahan pengembang adonan, bahan dasar pembuatan perisa daging. Untuk produksi
tepung dan produk roti, bumbu dan perisa.
|
Wine
vinegar dan malt vinegar
|
BAHAN KIMIA DALAM KEHIDUPAN 8.1 SAEFUL KARIM
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Bahan Kimia dalam Kehidupan
2 A. Bahan Kimia yang Ada di Rumah
3 1. Bahan Kimia Pembersih
4 2. Pemutih Pakaian
5 3. Pewangi
6 4. Pestisida
7 B. Zat Aditif dalam Bahan Makanan
8 1. Zat Pewarna
9 2. Zat Pemanis
10 3. Zat Pengawet
11 4. Zat Penyedap Cita Rasa
12 C. Zat Adiktif dan Psikotropika
13 1. Zat Adiktif
14 a. Ganja
15 b. Opium
16 c. Kokain
17 d. Sedativa dan Hipnotika (Penenang)
18 e. Nikotin
19 f. Alkohol
20 2. Psikotropika
21 a. LSD (Lysergic Acid Diethylamide)
22 b. Amfetamin
23 3. Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Zat Adiktif dan
Psikotropika
24 a. Peran Anggota Keluarga
25 b. Peran Anggota Masyarakat
26 c. Peran Sekolah
27 d. Peran Pemerintah
Bahan Kimia dalam
Kehidupan
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah
menghasilkan produk-produk industri yang dapat memenuhi kebutuhan manusia
sehari-hari. Bahan kimia yang telah diketahui manfaatnya dikembangkan dengan
cara membuat produk-produk yang berguna untuk kepentingan manusia dan
lingkungannya. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui jenis, sifat-sifat,
kegunaan, dan efek samping dari setiap produk yang kita gunakan atau kita lihat
sehari-hari.
A. Bahan Kimia yang Ada di Rumah
Zat-zat yang ada dalam kehidupan kita sehari-hari kebanyakan
tidak dalam keadaan murni, melainkan bercampur dengan dua atau lebih zat
lainnya. Seperti telah kamu pelajari di kelas VII, campuran suatu zat akan
tetap mempertahankan sifat-sifat unsurnya. Oleh karena itu, suatu bahan kimia
akan dipengaruhi oleh sifat, kegunaan, atau efek dari zat-zat yang menyusunnya.
Kekuatan pengaruh sifat masing-masing zat bergantung pada kandungan zat dalam
bahan yang bersangkutan. Banyak ragam bahan kimia yang ada dalam kehidupan
sehari-hari. Namun, pada bab ini hanya akan dibahas beberapa kelompok bahan
kimia saja. Bahan kimia yang dimaksud, di antaranya adalah: 1. pembersih; 2.
pemutih pakaian; 3. pewangi; 4. pestisida; 5. zat aditif makanan; 6. zat
adiktif; dan 7. zat psikotropika.
1. Bahan Kimia
Pembersih
![](file:///C:/DOCUME~1/User/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image009.jpg)
dapat larut dalam air dan bagian yang tidak suka akan air
(hidrofobik) sehingga larut dalam minyak atau lemak. Jika dalam pakaian yang
dicuci dengan detergen terdapat kotoran lemak maka bagian ion yang bersifat
hidrofobik masuk ke dalam butiran lemak atau minyak dan bagian ion tersebut
yang bersifat hidrofilik akan mengarah ke pelarut air. Keadaan ini menyebabkan
butiran-butiran minyak akan saling tolak-menolak karena menjadi bermuatan
sejenis. Akibatnya, kotoran lemak atau minyak yang telah lepas dari pakaian
tidak dapat saling bersatu lagi dan tetap berada dalam larutan. Sebagai
ilustrasi dari penjelasan tersebut, perhatikan Gambar 8.2 berikut. Kita perlu
hati-hati dalam memilih bahan pembersih, bahan tersebut jangan sampai
menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap lingkungan. Beberapa jenis detergen
sukar diuraikan oleh pengurai. Jika detergen ini bercampur dengan air tanah yang
dijadikan sumber air minum manusia atau binatang ternak maka air tanah tersebut
akan membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, kita sebaiknya memilih detergen
yang limbahnya dapat diuraikan oleh mikrorganisme (biodegradable). Pengaruh
buruk yang dapat ditimbulkan oleh pemakaian detergen yang tidak selektif atau
tidak hati-hati adalah: a. rusaknya keindahan lingkungan perairan; b.
terancamnya kehidupan hewan-hewan yang hidup di air; dan c. merugikan kesehatan
manusia.
2. Pemutih
Pakaian
Pemutih biasanya dijual dalam bentuk larutannya (lihat Gambar
8.3) dan digunakan untuk menghilangkan kotoran atau noda berwarna yang sukar
dihilangkan dengan hanya menggunakan sabun atau detergen. Larutan pemutih yang
dijual di pasaran biasanya mengandung bahan aktif natrium hipoklorit (NaOCl)
sekitar 5%. Selain digunakan sebagai
pemutih dan membersihkan noda, juga digunakan untuk
desinfektan (membasmi kuman). Pada umumnya, bahan pemutih yang dijual di
pasaran sudah aman untuk dipakai selama pemakaiannya sesuai dengan petunjuk.
Selain dengan noda, zat ini juga bisa bereaksi dengan zat warna pakaian
sehingga dapat memudarkan warna pakaian. Oleh karena itu, pemakaian pemutih ini
harus sesuai petunjuk.
3. Pewangi
Pewangi merupakan bahan kimia lain yang erat kaitannya dengan
kehidupan kita sehari-hari. Kita dapat memperoleh bahan pewangi dari bahan alam
maupun sintetik. Bahan pewangi alami yang sudah kita kenal di antaranya
diperoleh dari daun kayu putih, kulit kayu manis, batang kayu cendana, bunga
kenanga, bunga melati, dan buah pala. Bahan pewangi sintetik biasanya dipakai
dalam berbagai pewangi atau parfum dalam kemasan, seperti pada Gambar 8.4.
Selain zat yang menimbulkan aroma wangi, pewangi yang dijual di pasaran
biasanya mengandung zat-zat lain, seperti alkohol untuk pewangi yang berbentuk
cair dan tawas untuk pewangi yang berbentuk padat. Selain alkohol, masih
terdapat beragam zat tambahan lainnya yang sengaja ditambahkan ke dalam pewangi
agar parfum mudah disemprotkan (zat tersebut berfungsi sebagai propelan). Di
antara zat-zat tambahan yang dapat berfungsi sebagai propelan tersebut ada yang
dapat mencemari lingkungan. Propelan tertentu jika lepas ke udara kemudian
masuk ke atmosfer bagian atas akan merusak lapisan ozon (suatu lapisan di udara
bagian atas yang melindungi manusia dari sinar-sinar berenergi tinggi, seperti
sinar ultra violet). Untuk itu, kita harus selektif ketika membeli produk
berupa parfum, jangan sampai mengandung bahan kimia yang dapat mencemari
lingkungan.
4. Pestisida
Bahan kimia jenis pestisida erat sekali dengan kehidupan para
petani. Pestisida dipakai untuk memberantas hama tanaman sehingga tidak
mengganggu hasil produksi pertanian. Pestisida meliputi semua jenis obat
(zat/bahan kimia) pembasmi hama yang ditujukan untuk melindungi tanaman dari
serangan serangga, jamur, bakteri, virus, tikus, bekicot, dan nematoda
(cacing). Pestisida yang biasa digunakan para petani dapat digolongkan menurut
fungsi dan sasaran penggunaannya, yaitu:
a. Insektisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk
memberantas serangga, seperti belalang, kepik, wereng, dan ulat. Beberapa jenis
insektisida juga dipakai untuk memberantas sejumlah serangga pengganggu yang
ada di rumah, perkantoran, atau gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap, dan
semut. Contoh insektisida adalah basudin, basminon, tiodan, diklorovinil
dimetil fosfat, dan diazinon. Gambar 8.5 merupakan contoh produk insektisida
untuk memberantas nyamuk. b. Fungisida, yaitu pestisida yang dipakai untuk
memberantas dan mencegah pertumbuhan jamur atau cendawan. Bercak yang ada pada
daun, karat daun, busuk daun, dan cacar daun disebabkan oleh serangan jamur.
Beberapa contoh fungisida adalah tembaga oksiklorida, tembaga(I) oksida,
karbendazim, organomerkuri, dan natrium dikromat. c. Bakterisida, yaitu
pestisida untuk memberantas bakteri atau virus. Pada umumnya, tanaman yang
sudah terserang bakteri sukar untuk disembuhkan. Oleh karena itu, bakterisida
biasanya diberikan kepada tanaman yang masih sehat. Salah satu contoh dari
bakterisida adalah tetramycin, sebagai pembunuh virus CVPD yang menyerang
tanaman jeruk. d. Rodentisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk memberantas
hama tanaman berupa hewan pengerat, seperti tikus. Rodentisida dipakai dengan
cara mencampurkannya dengan makanan kesukaan tikus. Dalam meletakkan umpan
tersebut harus hati-hati, jangan sampai termakan oleh binatang lain. Contoh
dari pestisida jenis ini adalah warangan. e. Nematisida, yaitu pestisida yang
digunakan untuk memberantas hama tanaman jenis cacing (nematoda). Hama jenis
cacing biasanya menyerang akar dan umbi tanaman. Oleh karena pestisida jenis
ini dapat merusak tanaman maka pestisida ini harus sudah ditaburkan pada tanah
tiga minggu sebelum musim tanam. Contoh dari pestisida jenis ini adalah DD,
vapam, dan dazomet. f. Herbisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk membasmi
tanaman pengganggu (gulma), seperti alang-alang, rerumputan, dan eceng gondok.
Contoh dari herbisida adalah ammonium sulfonat dan pentaklorofenol.
Penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak yang negatif,
baik itu bagi kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Oleh karena
itu, penggunaannya harus dilakukan sesuai dengan aturan. Beberapa dampak
negatif yang dapat timbul akibat penggunaan pestisida, di antaranya: a.
Terjadinya pengumpulan pestisida (akumulasi) dalam tubuh manusia karena
beberapa jenis pestisida sukar terurai. Pestisida yang terserap tanaman akan
terdistribusi ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Jika tanaman ini dimakan
hewan atau manusia maka pestisidanya akan terakumulasi dalam tubuh sehingga
dapat memunculkan berbagai risiko bagi kesehatan hewan maupun manusia. b.
Munculnya hama spesies baru yang lebih tahan terhadap takaran pestisida. Oleh
karena itu, diperlukan dosispemakaian pestisida yang lebih tinggi atau
pestisida lain yang lebih kuat daya basminya. Jika sudah demikian maka risiko pencemaran
akibat pemakaian pestisida akan semakin besar baik terhadap hewan maupun
lingkungan, termasuk juga manusia sebagai pelakunya. Ternyata, penggunaan
pestisida selain memberikan keuntungan juga dapat memberikan kerugian. Oleh
karena itu, penyimpanan dan penggunaan pestisida apapun jenisnya harus
dilakukan secara hati-hati dan sesuai petunjuk. Untuk mengurangi dampak
penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan cara menggunakan pestisida alami
atau pestisida yang dibuat dari bahan-bahan alami. Misalnya, air rebusan batang
dan daun tomat dapat dipakai dalam memberantas ulat dan lalat hijau. Selain
contoh tersebut, masih banyak tumbuhan lain yang dapat bertindak sebagai
pestisida alami, seperti tanaman mindi, bunga mentega, rumput mala, tuba,
kunir, dan kucai.
B. Zat Aditif dalam Bahan Makanan
Setiap hari kita memerlukan makanan untuk mendapatkan energi
(karbohidrat dan lemak) dan untuk pertumbuhan sel-sel baru, menggantikan
sel-sel yang rusak (protein). Selain itu, kita juga memerlukan makanan sebagai sumber
zat penunjang dan pengatur proses dalam tubuh, yaitu vitamin, mineral, dan air.
Sehat tidaknya suatu makanan tidak bergantung pada ukuran, bentuk, warna,
kelezatan, aroma, atau kesegarannya, tetapi bergantung pada kandungan zat yang
diperlukan oleh tubuh. Suatu makanan dikatakan sehat apabila mengandung satu
macam atau lebih zat yang diperlukan oleh tubuh. Setiap hari, kita perlu
mengonsumsi makanan yang beragam agar semua jenis zat yang diperlukan oleh
tubuh terpenuhi. Hal ini dikarenakan belum tentu satu jenis makanan mengandung
semua jenis zat yang diperlukan oleh tubuh setiap hari. Supaya orang tertarik
untuk memakan suatu makanan, seringkali kita perlu menambahkan bahan-bahan
tambahan ke dalam makanan yang kita olah. Bisa kita perkirakan bahwa seseorang
tentu tidak akan punya selera untuk memakan sayur sop yang tidak digarami atau
bubur kacang hijau yang tidak memakai gula. Dalam hal ini, garam dan
gula termasuk bahan tambahan. Keduanya termasuk jenis zat
aditif makanan. Zat aditif bukan hanya garam dan gula saja, tetapi masih banyak
bahan-bahan kimia lain. Zat aditif makanan ditambahkan dan dicampurkan pada
waktu pengolahan makanan untuk memperbaiki tampilan makanan, meningkatkan cita
rasa, memperkaya kandungan gizi, menjaga makanan agar tidak cepat busuk, dan
lain sebagainya (perhatikan Gambar 8.7). Bahan yang tergolong ke dalam zat
aditif makanan harus dapat: 1. memperbaiki kualitas atau gizi makanan; 2.
membuat makanan tampak lebih menarik; 3. meningkatkan cita rasa makanan; dan 4.
membuat makanan menjadi lebih tahan lama atau tidak cepat basi dan busuk.
Zat-zat aditif tidak hanya zat-zat yang secara sengaja ditambahkan pada saat
proses pengolahan makanan berlangsung, tetapi juga termasuk zat-zat yang masuk
tanpa sengaja dan bercampur dengan makanan. Masuknya zat-zat aditif ini mungkin
terjadi saat pengolahan, pengemasan, atau sudah terbawa oleh bahan-bahan kimia
yang dipakai. Zat aditif makanan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan,
yaitu: 1. zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti lesitin dan asam
sitrat; 2 zat aditif sintetik dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa
dengan bahan alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya,
seperti amil asetat dan asam askorbat. Berdasarkan fungsinya, baik alami maupun
sintetik, zat aditif dapat dikelompokkan sebagai zat pewarna, pemanis,
pengawet, dan penyedap rasa. Zat aditif dalam produk makanan biasanya
dicantumkan pada kemasannya, seperti terlihat pada Gambar 8.8.
1. Zat Pewarna
Pemberian warna pada makanan umumnya bertujuan agar makanan
terlihat lebih segar dan menarik sehingga menimbulkan selera orang untuk
memakannya. Zat pewarna yang biasa digunakan sebagai zat aditif pada makanan
adalah: a. Zat pewarna alami, dibuat dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan
tertentu, misalnya warna hijau dari daun pandan atau daun suji, warna kuning
dari kunyit, seperti
ditunjukkan pada Gambar 8.9, warna cokelat dari buah cokelat,
warna merah dari daun jati, dan warna kuning merah dari wortel. Karena jumlah
pilihan warna dari zat pewarna alami terbatas maka dilakukan upaya menyintesis
zat pewarna yang cocok untuk makanan dari bahan-bahan kimia. b. Zat pewarna
sintetik, dibuat dari bahan-bahan kimia. Dibandingkan dengan pewarna alami,
pewarna sintetik memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki pilihan warna yang
lebih banyak, mudah disimpan, dan lebih tahan lama.
Beberapa zat pewarna sintetik bisa saja memberikan warna yang
sama, namun belum tentu semua zat pewarna tersebut cocok dipakai sebagai zat
aditif pada makanan dan minuman. Perlu diketahui bahwa zat pewarna sintetik
yang bukan untuk makanan dan minuman (pewarna tekstil) dapat membahayakan
kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh karena bersifat karsinogen (penyebab
penyakit kanker). Oleh karena itu, kamu harus berhati-hati ketika membeli
makanan atau minuman yang memakai zat warna. Kamu harus yakin dahulu bahwa zat
pewarna yang dipakai sebagai zat aditif pada makanan atau minuman tersebut
adalah memang benar-benar pewarna makanan dan minuman.
Berdasarkan sifat kelarutannya, zat pewarna makanan
dikelompokkan menjadi dye dan lake. Dye merupakan zat bewarna makanan yang
umumnya bersifat larut dalam air. Dye biasanya dijual di pasaran dalam bentuk
serbuk, butiran, pasta atau cairan. Lake merupakan gabungan antara zat warna
dye dan basa yang dilapisi oleh suatu zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak
larut dalam air maka zat warna kelompok ini cocok untuk mewarnai produkproduk
yang tidak boleh terkena air atau produk yang mengandung lemak dan minyak.
2. Zat Pemanis
Zat pemanis berfungsi untuk menambah rasa manis pada makanan
dan minuman. Zat pemanis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Zat pemanis
alami. Pemanis ini dapat diperoleh dari tumbuhan, seperti kelapa, tebu, dan
aren. Selain itu, zat pemanis alami dapat pula diperoleh dari buahbuahan dan
madu. Zat pemanis alami berfungsi juga sebagai sumber energi. Jika kita
mengonsumsi pemanis alami secara berlebihan, kita akan mengalami risiko
kegemukan. Orang-orang yang sudah gemuk badannya sebaiknya menghindari makanan
atau minuman yang mengandung pemanis alami terlalu tinggi. b. Zat pemanis
buatan atau sintetik. Pemanis buatan tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia
sehingga tidak berfungsi sebagai sumber energi. Oleh karena itu, orangorang
yang memiliki penyakit kencing manis (diabetes melitus) biasanya mengonsumsi
pemanis sintetik sebagai pengganti pemanis alami. Contoh pemanis sintetik,
yaitu sakarin, natrium siklamat, magnesium siklamat, kalsium siklamat, aspartam
(lihat Gambar 8.12), dan dulsin. Pemanis buatan memiliki tingkat kemanisan
yang lebih tinggi dibandingkan pemanis alami. Garamgaram
siklamat memiliki kemanisan 30 kali lebih tinggi dibandingkan kemanisan
sukrosa. Namun, kemanisan garam natrium dan kalsium dari sakarin memiliki
kemanisan 800 kali dibandingkan dengan kemanisan sukrosa 10%. Walaupun pemanis
buatan memiliki kelebihan dibandingkan pemanis alami, kita perlu menghindari
konsumsi yang berlebihan karena dapat memberikan efek samping bagi kesehatan.
Misalnya, penggunaan sakarin yang berlebihan selain akan menyebabkan rasa
makanan terasa pahit juga merangsang terjadinya tumor pada bagian kandung
kemih. Contoh lain, garam-garam siklamat pada proses metabolisme dalam tubuh
dapat menghasilkan senyawa sikloheksamina yang bersifat karsinogenik (senyawa
yang dapat menimbulkan penyakit kanker). Garam siklamat juga dapat memberikan
efek samping berupa gangguan pada sistem pencernaan terutama pada pembentukan
zat dalam sel.
3. Zat Pengawet
Ada sejumlah cara menjaga agar makanan dan minuman tetap
layak untuk dimakan atau diminum walaupun sudah tersimpan lama. Salah satu
upaya tersebut adalah dengan cara menambahkan zat aditif kelompok pengawet (zat
pengawet) ke dalam makanan dan minuman. Zat pengawet adalah zatzat yang sengaja
ditambahkan pada bahan makanan dan minuman agar makanan dan minuman tersebut
tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah, atau melindungi makanan dari
kerusakan akibat membusuk atau terkena bakteri/ jamur. Karena penambahan zat
aditif, berbagai makanan dan minuman masih dapat dikonsumsi sampai jangka waktu
tertentu, mungkin seminggu, sebulan, setahun, atau bahkan beberapa tahun. Dalam
makanan atau minuman yang dikemas dan dijual di toko-toko atau supermarket
biasanya tercantum tanggal kadaluarsanya, tanggal yang menunjukkan sampai kapan
makanan atau minuman tersebut masih dapat dikonsumsi tanpa membahayakan
kesehatan, seperti ditunjukkan pada Gambar 8.13. Seperti halnya zat pewarna dan
pemanis, zat pengawet dapat dikelompokkan menjadi zat pengawet alami dan zat
pengawet buatan.
a. Zat pengawet alami berasal dari alam, contohnya gula
(sukrosa) yang dapat dipakai untuk mengawetkan buah-buahan (manisan) dan garam
dapur yang dapat digunakan untuk mengawetkan ikan. b. Zat pengawet sintetik
atau buatan merupakan hasil sintesis dari bahan-bahan kimia. Contohnya, asam
cuka dapat dipakai sebagai pengawet acar dan natrium propionat atau kalsium
propionat dipakai untuk mengawetkan roti dan kue kering. Garam natrium benzoat,
asam sitrat, dan asam tartrat juga biasa dipakai untuk mengawetkan makanan.
Selain zat-zat tersebut, ada juga zat pengawet lain, yaitu natrium nitrat atau
sendawa (NaNO3) yang berfungsi untuk menjaga agar tampilan daging tetap merah.
Asam fosfat yang biasa ditambahkan pada beberapa minuman penyegar juga termasuk
zat pengawet. Selain pengawet yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat
pengawet yang tidak boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Zat pengawet
yang dimaksud, di antaranya formalin yang biasa dipakai untuk mengawetkan
benda-benda, seperti mayat atau binatang yang sudah mati. Pemakaian pengawet
formalin untuk mengawetkan makanan, seperti bakso, ikan asin, tahu, dan makanan
jenis lainnya dapat menimbulkan risiko kesehatan. Selain formalin, ada juga
pengawet yang tidak boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Pengawet yang
dimaksud adalah pengawet boraks. Pengawet ini bersifat desinfektan atau efektif
dalam menghambat pertumbuhan mikroba penyebab membusuknya makanan serta dapat
memperbaiki tekstur makanan sehingga lebih kenyal (perhatikan Gambar 8.14).
Boraks hanya boleh dipergunakan untuk industri nonpangan, seperti dalam
pembuatan gelas, industri kertas, pengawet kayu, dan keramik. Jika boraks
termakan dalam kadar tertentu, dapat menimbulkan sejumlah efek samping bagi
kesehatan, di antaranya: a. gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan
kulit; b. gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat; c.
terjadinya komplikasi pada otak dan hati; dan d. menyebabkan kematian jika
ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6 gram.
Walaupun tersedia zat pengawet sintetik yang digunakan
sebagai zat aditif makanan, di negara maju banyak orang enggan mengonsumsi
makanan yang memakai pengawet sintetik. Hal ini telah mendorong perkembangan
ilmu dan teknologi pengawetan makanan dan minuman tanpa penambahan zat-zat
kimia, misalnya dengan menggunakan sinar ultra violet (UV), ozon, atau
pemanasan pada suhu yang sangat tinggi dalam waktu singkat sehingga makanan
dapat disterilkan tanpa merusak kualitas makanan.
4. Zat Penyedap Cita Rasa
Di Indonesia terdapat begitu banyak ragam rempahrempah yang
dipakai untuk meningkatkan cita rasa makanan, seperti cengkeh, pala, merica,
ketumbar, cabai, laos, kunyit, bawang, dan masih banyak lagi yang lain.
Melimpahnya ragam rempah-rempah ini merupakan salah satu sebab yang mendorong
penjajah Belanda dan Portugis tempo dulu ingin menguasai Indonesia. Jika
rempah-rempah dicampur dengan makanan saat diolah, dapat menimbulkan cita rasa
tertentu pada makanan. Selain zat penyedap cita rasa yang berasal dari alam,
ada pula yang berasal dari hasil sintesis bahan kimia. Berikut ini beberapa
contoh zat penyedap cita rasa hasil sintesis: a. oktil asetat, makanan akan
terasa dan beraroma seperti buah jeruk jika dicampur dengan zat penyedap ini;
b. etil butirat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah nanas pada
makanan; c. amil asetat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah pisang; d.
amil valerat, jika makanan diberi zat penyedap ini maka akan terasa dan
beraroma seperti buah apel. Selain zat penyedap rasa dan aroma, seperti yang
sudah disebutkan di atas, terdapat pula zat penyedap rasa yang penggunaannya
meluas dalam berbagai jenis masakan, yaitu penyedap rasa monosodium glutamat
(MSG) seperti ditunjukkan pada Gambar 8.15. Zat ini tidak berasa, tetapi jika sudah
ditambahkan pada makanan maka akan menghasilkan rasa yang sedap. Penggunaan MSG
yang berlebihan telah menyebabkan “Chinese restaurant syndrome” yaitu suatu
gangguan kesehatan di mana kepala terasa pusing dan berdenyut. Bagi yang
menyukai zat penyedap ini tak perlu khawatir dulu. Kecurigaan ini masih
bersifat pro dan kontra. Bagi yang mencoba menghindari untuk mengonsumsinya,
sudah tersedia sejumlah merk makanan yang mencantumkan label “tidak mengandung
MSG” dalam kemasannya. Pada pembahasan sebelumnya, kamu sudah mempelajari
tentang pengelompokan zat aditif berdasarkan fungsinya beserta
contoh-contohnya. Perlu kamu ketahui bahwa suatu zat aditif dapat saja memiliki
lebih dari satu fungsi. Seringkali suatu zat aditif, khususnya yang bersifat
alami memiliki lebih dari satu fungsi. Contohnya, gula alami biasa dipakai
sebagai zat aditif pada pembuatan daging dendeng. Gula alami tersebut tidak
hanya berfungsi sebagai pemanis, tetapi juga berfungsi sebagai pengawet. Contoh
lain adalah daun pandan yang dapat berfungsi sebagai pemberi warna pada makanan
sekaligus memberikan rasa dan aroma khas pada makanan. Untuk penggunaan zat-zat
aditif alami, umumnya tidak terdapat batasan mengenai jumlah yang boleh
dikonsumsi perharinya. Untuk zat-zat aditif sintetik, terdapat aturan
penggunaannya yang telah ditetapkan sesuai Acceptable Daily Intake (ADI) atau
jumlah konsumsi zat aditif selama sehari yang diperbolehkan dan aman bagi
kesehatan. Jika kita mengonsumsinya melebihi ambang batas maka dapat
menimbulkan risiko bagi kesehatan. Jika kita mengidentifikasi zat aditif yang
dipakai dalam makanan/minuman, lihatlah kemasan pada makanan/minuman tersebut,
kemudian buatlah tabel seperti Tabel 8.2 berikut.
C. Zat Adiktif dan Psikotropika
Bahan-bahan kimia tidak hanya menyangkut bahanbahan kimia
yang ada di rumah tangga, seperti pemutih, pembersih, dan zat-zat aditif
makanan, tetapi juga zatzat yang dapat menimbulkan pengaruh negatif atau efek
samping bagi kesehatan jika pemakaiannya disalahgunakan. Bahan kimia dimaksud
di sini adalah kelompok zat kimia yang tergolong ke dalam zat adiktif dan
psikotropika.
1. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah istilah untuk zat-zat yang pemakaiannya
dapat menimbulkan ketergantungan fisik yang kuat dan ketergantungan psikologis
yang panjang (drug dependence). Kelompok zat adiktif adalah narkotika (zat atau
obat yang berasal dari tanaman) atau bukan tanaman, baik sintetik maupun
semisintetik, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
mengurangi sampai menghilangkan rasa sakit, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Narkotika menurut tujuan penggunaan dan tingkatan risiko
ketergantungannya terbagi dalam 3 golongan, yaitu: a. Golongan I, narkotika
hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi
serta memiliki potensi sangat tinggi untuk mengakibatkan sindrom
ketergantungan. b. Golongan II, narkotika untuk pengobatan yang digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau untuk tujuan
ilmu pengetahuan serta memiliki potensi kuat untuk mengakibatkan sindrom
ketergantungan. c. Golongan III, narkotika untuk pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta berpotensi
ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan.
a. Ganja
Ganja atau mariyuana merupakan zat adiktif narkoba dari
golongan kanabionoid. Ganja terbuat dari daun, bunga, biji, dan ranting muda
tanaman mariyuana (Cannabis sativa) yang sudah kering, contoh pohon ganja dapat
dilihat pada Gambar 8.16. Ganja dipakai dalam bentuk rokok lintingan, campuran
tembakau, dan damar ganja. Tanda-tanda penyalahgunaan ganja, yaitu gembira dan
tertawa tanpa sebab, santai dan lemah, banyak bicara sendiri, pengendalian diri
menurun, menguap atau mengantuk, tetapi susah tidur, dan mata merah, serta
tidak tahan terhadap cahaya. Tanda-tanda gejala putus obat (ganja), yaitu sukar
tidur, hiperaktif, dan hilangnya nafsu makan. Tandatanda gejala overdosis,
yaitu ketakutan, daya pikir menurun, denyut nadi tidak teratur, napas tidak
teratur, dan mendapat gangguan jiwa.
b. Opium
Opium merupakan narkotika dari golongan opioida, dikenal juga
dengan sebutan candu, morfin, heroin, dan putau. Opium diambil dari getah buah
mentah Pavaper sommiverum (lihat Gambar 8.17). Opium mengandung lebih dari dua
puluh macam senyawa. Morfin kali pertama diisolasi dari getah buah pada 1905
oleh Friedrich Seturner. Pada waktu itu, morfin digunakan oleh para tentara
untuk menghilangkan rasa sakit karena luka atau menghilangkan rasa nyeri pada
penderita kanker. Setelah itu, banyak tentara yang mengalami adiksi (efek
ketergantungan). Pemakaian dosis morfin yang berlebihan dapat menyebabkan
kematian.
Heroin merupakan senyawa turunan (hasil sintesis) dari morfin
yang dikenal dengan sebutan putau. Kodein merupakan senyawa turunan dari
morfin, tetapi memiliki kemampuan menghilangkan nyeri lebih lemah, demikian
pula efek kecanduannya (adiksinya) lebih lemah. Kodein biasa dipakai dalam obat
batuk dan obat penghilang rasa nyeri. Penggunaannya yang menyalahi aturan dapat
menimbulkan rasa sering mengantuk, perasaan gembira berlebihan, banyak
berbicara sendiri, kecenderungan untuk melakukan kerusuhan, merasakan nafas
berat dan lemah, ukuran pupil mata mengecil, mual, susah buang air besar, dan
sulit berpikir. Jika pemakaian obat ini diputus, akan timbul hal-hal berikut:
sering menguap, kepala terasa berat, mata basah, hidung berair, hilang nafsu
makan, lekas lelah, badan menggigil, dan kejang-kejang. Jika pemakaiannya
melebihi dosis atau overdosis, akan menimbulkan hal-hal berikut: tertawa tidak
wajar, kulit lembap, napas pendek tersenggal-senggal, dan dapat mengakibatkan
kematian.
c. Kokain
Kokain termasuk ke dalam salah satu jenis dari narkotika.
Kokain diperoleh dari hasil ekstraksi daun tanaman koka (Erythroxylum coca).
Zat ini dapat dipakai sebagai anaestetik (pembius) dan memiliki efek merangsang
jaringan otak bagian sentral. Pemakaian zat ini menjadikan pemakainya suka
bicara, gembira yang meningkat menjadi gaduh dan gelisah, detak jantung
bertambah, demam, perut nyeri, mual, dan muntah. Seperti halnya narkotika jenis
lain, pemakaian kokain dengan dosis tertentu dapat mengakibatkan kematian.
d. Sedativa dan Hipnotika (Penenang)
Beberapa macam obat dalam dunia kedokteran, seperti pil BK
dan magadon digunakan sebagai zat penenang (sedativa-hipnotika). Pemakaian
sedativa-hipnotika dalam dosis kecil dapat menenangkan, sedangkan dalam dosis
besar dapat membuat orang yang memakannya tertidur. Gejala akibat pemakaiannya
adalah mula-mula gelisah, mengamuk lalu mengantuk, malas, daya pikir menurun,
bicara dan tindakan lambat. Jika sudah kecanduan, kemudian diputus pemakaiannya
maka akan menimbulkan gejala gelisah, sukar tidur, gemetar, muntah,
berkeringat, denyut nadi cepat, tekanan darah naik, dan kejang-kejang.
Jika pemakaiannya overdosis maka akan timbul gejala gelisah,
kendali diri turun, banyak bicara, tetapi tidak jelas, sempoyongan, suka
bertengkar, napas lambat, kesadaran turun, pingsan, dan jika pemakaiannya
melebihi dosis tertentu dapat menimbulkan kematian.
e. Nikotin
Nikotin dapat diisolasi atau dipisahkan dari tanaman
tembakau. Namun, orang biasanya mengonsumsi nikotin tidak dalam bentuk zat
murninya, melainkan secara tidak langsung ketika mereka merokok. Nikotin yang
diisap pada saat merokok dapat menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan
tekanan darah, bersifat karsinogenik sehingga dapat meningkatkan risiko
terserang kanker paru-paru (perhatikan Gambar 8.19), kaki rapuh, katarak,
gelembung paru-paru melebar (emphysema), risiko terkena penyakit jantung
koroner, kemandulan, dan gangguan kehamilan.
f. Alkohol
Alkohol diperoleh melalui proses peragian (fermentasi)
sejumlah bahan, seperti beras ketan, singkong, dan perasan anggur. Alkohol ini
sudah dikenal manusia cukup lama. Salah satu penggunaan alkohol adalah untuk
mensterilkan berbagai peralatan dalam bidang kedokteran. Alkohol yang
terkandung dalam minuman dapat berasal dari hasil fermentasi bahan minuman itu
sendiri (contohnya, alkohol yang terdapat dalam minuman hasil fermentasi sari
buah anggur) atau sengaja ditambahkan ke dalam suatu minuman olahan. Semua
jenis minuman yang mengandung alkohol (etanol), seperti pada Gambar 8.20
disebut minuman keras. Berdasarkan kandungan alkoholnya, minuman keras
dikelompokkan menjadi golongan: 1) A, berkadar etanol 1–5 %; 2) B, berkadar
etanol 5–20 %; dan 3) C, berkadar etanol 20–50 %. Tanda-tanda gejala pemakaian
alkohol, yaitu gembira, pengendalian diri turun, dan muka kemerahan. Jika sudah
kecanduan meminum minuman keras, kemudian dihentikan maka akan timbul gejala
gemetar, muntah, kejang-kejang, sukar tidur, dan gangguan jiwa. Jika overdosis
akan timbul gejala perasaan gelisah, tingkah laku menjadi kacau, kendali turun,
dan banyak bicara sendiri.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupu
sintetik, bukan narkotika dan berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku. Psikotropika menurut tujuan penggunaan dan tingkatan risiko
ketergantungannya terbagi dalam 4 golongan, yaitu: a. Golongan I, psikotropika
yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi serta memiliki potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. b.
Golongan II, psikotropika yang berkhasiat sebagai oba dan dapat digunakan dalam
terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi kuat mengakibatkan
sindrom ketergantungan. c. Golongan III, psikotropika yang berkhasiat sebagai
obat dan banyak digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta
memiliki potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. d. Golongan IV,
psikotropika yang berkhasiat sebagai obat dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi ringa mengakibatkan
sindrom ketergantungan. Zat adiktif hampir semuanya termasuk ke dalam
psikotropika, tetapi tidak semua psikotropika menimbulkan ketergantungan.
Berikut ini termasuk ke dalam golongan psikotropika, yaitu LSD (Lysergic Acid
Diethylamide) dan amfetamin. Penyalahgunaan kedua golongan psikotropika ini
sudah meluas di dunia.
a. LSD (Lysergic Acid Diethylamide)
LSD merupakan zat psikotropika yang dapat menimbulkan
halusinasi (persepsi semu mengenai sesuatu benda yang sebenarnya tidak ada).
Zat ini dipakai untuk membantu pengobatan bagi orang-orang yang mengalami
gangguan jiwa atau sakit ingatan. Zat ini bekerja dengan cara membuat otototot
yang semula tegang menjadi rileks. Penyalahgunaan zat ini biasanya dilakukan
oleh orang-orang yang menderita frustasi dan ketegangan jiwa.
b. Amfetamin
Kita seringkali mendengar pemberitaan di media massa mengenai
penjualan barang-barang terlarang, seperti ekstasi dan shabu. Ekstasi dan shabu
adalah hasil sintesis dari zat kimia yang disebut amfetamin (perhatikan Gambar
8.22). Jadi, zat psikotropika, seperti ekstasi dan shabu tidak diperoleh dari
tanaman melainkan hasil sintesis. Pemakaian zat-zat tersebut akan menimbulkan
gejalagejala berikut: siaga, percaya diri, euphoria (perasaan gembira
berlebihan), banyak bicara, tidak mudah lelah, tidak nafsu makan,
berdebar-debar, tekanan darah menurun, dan napas cepat. Jika overdosis akan
menimbulkan gejala-gejala: jantung berdebar-debar, panik, mengamuk, paranoid
(curiga berlebihan), tekanan darah naik, pendarahan otak, suhu tubuh tinggi,
kejang, kerusakan pada ujung-ujung saraf, dan dapat mengakibatkan kematian.
Jika sudah kecanduan, kemudian dihentikan akan menimbulkan gejala putus obat
sebagai berikut: lesu, apatis, tidur berlebihan, depresi, dan mudah
tersinggung.
3. Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Zat Adiktif dan
Psikotropika
Zat adiktif dan psikotropika akan memberikan manfaat jika
dipakai untuk tujuan yang benar, misalnya untuk tujuan ilmu pengetahuan dan
pelayanan kesehatan. Dalam bidang kedokteran, misalnya satu jenis narkotika
diberikan kepada pasien yang menderita rasa sakit luar biasa karena suatu
penyakit atau setelah menjalani suatu operasi. Contoh lain, satu zat jenis
psikotropika diberikan kepada pasien penderita gangguan jiwa yang sedang
mengamuk dan tak dapat ditenangkan dengan caracara lain. Jika pemakaian zat
adiktif dan psikotropika dipakai di luar tujuan yang benar, itu sudah termasuk
penyalahgunaan dan harus diupayakan pencegahannya. Penyalahgunaan zat adiktif
dan psikotropika sangat berbahaya bagi diri sendiri, keluarga, maupun kehidupan
sosial di sekitar kita. Dampak negatif pemakaian zat adiktif dan psikotropika
pada diri sendiri, yaitu rusaknya sel saraf, menimbulkan ketergantungan,
perubahan tingkah laku, dan menimbulkan penyakit (jantung, radang lambung dan hati,
merusak pankreas, dan berisiko mengidap HIV positif). Pada dosis yang tidak
tepat akan mengakibatkan kematian. Dalam kehidupan sosial, penyalahgunaan
pemakaian zat adiktif dan psikotropika, di antaranya: sering membuat onar atau
perkelahian (misalnya, perkelahian pelajar), melakukan kejahatan (pencurian dan
pemerkosaan), kecelakaan, timbulnya masalah dalam keluarga, dan mengganggu
ketertiban umum.
Kita semua harus berupaya untuk terhindar dari penyalahgunaan
zat adiktif dan psikotropika. Pencegahan penyalahgunaan zat adiktif dan
psikotropika memerlukan peran bersama antara keluarga, masyarakat, dan
pemerintah.
a. Peran Anggota Keluarga
Setiap anggota keluarga harus saling menjaga agar jangan
sampai ada anggota keluarga yang terlibat dalam penyalahgunaan zat adiktif dan
psikotropika. Kalangan remaja ternyata merupakan kelompok terbesar yang
menyalahgunakan zat-zat tersebut. Oleh karena itu, setiap orang tua memiliki
tanggung jawab membimbing anakanaknya agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada
Tuhan. Karena ketaqwaan inilah yang akan menjadi perisai ampuh untuk
membentengi anak dari menyalahgunakan obat-obat terlarang dan pengaruh buruk yang
mungkin datang dari lingkungan di luar rumah.
b. Peran Anggota Masyarakat
Kita sebagai anggota masyarakat perlu mendorong peningkatan
pengetahuan setiap anggota masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan obat-obat
terlarang. Selain itu, kita sebagai anggota masyarakat perlu memberi informasi
kepada pihak yang berwajib jika ada pemakai dan pengedar narkoba di lingkungan
tempat tinggal.
c. Peran Sekolah
Sekolah perlu memberikan wawasan yang cukup kepada para siswa
tentang bahaya penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika bagi diri pribadi,
keluarga, dan orang lain. Selain itu, sekolah perlu mendorong setiap siswa
untuk melaporkan pada pihak sekolah jika ada pemakai atau pengedar zat adiktif
dan psikotropika di lingkungan sekolah. Sekolah perlu memberikan sanksi yang
mendidik untuk setiap siswa yang terbukti menjadi pemakai atau pengedar
narkoba.
d. Peran Pemerintah
Pemerintah berperan mencegah terjadinya penyalahgunaan
narkotika dan psikotropika dengan cara mengeluarkan aturan hukum yang jelas dan
tegas. Di samping itu, setiap penyalahguna, pengedar, pemasok, pengimpor,
pembuat, dan penyimpan narkoba perlu diberikan sanksi atau hukuman yang membuat
efek jera bagi si pelaku dan mencegah yang lain dari kesalahan yang sama.
BAHAN KIMIA DI RUMAH
1. BAHAN PEMBERSIH
Pada dasarnya pembersih badan,
pembersih pakaian dan pembersih lantai memiliki sifat yang sama, semuanya
adalah sabun atau deterjen. Sabun adalah
bahan kimia yang terbuat dari bahan alam, seperti minyak dan lemak yang
direaksikan dengan bahan kimia lain yang disebut basa. Contoh bahan kimia basa,
yaitu kalium hidroksida (KOH) dan natrium hidroksida (NaOH). Adapun detergen
adalah senyawa kimia bernama alkyl benzene sulfonat (ABS) yang direaksikan
dengan natrium hidroksida (NaOH). Bahan ABS diperoleh dari pengolahan minyak
bumi.. Sabun dan deterjen dapat berfungsi sebagai pembersih karena sabun
memiliki dua sifat sekaligus, yaitu sifat polar dan sifat non polar. Air
disebut sebagai larutan yang bersifat polar artinya larutan yang dapat bermuatan
listrik, meskipun sangat lemah. Minyak bersifat non polar artinya tidak dapat
bermuatan listrik. Minyak yang bersifat non polar tidak dapat bercampur dengan
air yang bersifat polar. Agar minyak dan air dapat bercampur maka digunakan
sabun yang memiliki dua sifat, yaitu satu sisi bersifat non polar dan sisi lain
bersifat polar. Air yang bersifat polar diikat oleh ujung sabun yang bersifat
polar sedangkan minyak/lemak/kotoran organik yang bersifat non polar diikat
oleh ujung sabun lainnya yang bersifat non polar juga. Perbedaan detergen
dengan sabun antara lain daya cuci detergen lebih kuat dibandingkan sabun dan
detergen dapat bekerja pada air sadah. Akan tetapi sabun lebih mudah diurai
oleh mikroorganisme dari pada deterjen.
a. Pembersih Badan
Bahan-bahan kimia yang termasuk
kategori pembersih badan sangat banyak misalnya sabun mandi, pasta gigi,
sampho, pembersih muka dan pencuci tangan.
SABUN : Kandungan utama sabun
adalah Na-karboksilat (RCOONa), sabun mandi dibuat dari campuran basa dengan
minyak. Umumnya basa yang digunakan adalah kalium hidroksida (KOH). Pada
beberapa sabun mandi ditambahkan sulfur yang berfungsi sebagai antiseptik.
Garam mandi merupakan zat aditif yang berfungsi memberi nilai tambah bagi
sebuah peran sabun mandi. Garam mandi umumnya mengandung garam-garam anorganik,
minyak esensial dan pewangi.
PASTI GIGI. Hampir setiap hari
orang memakai pasta gigi, karena tidak ingin sakit gigi. Sakit gigi umumnya
disebabkan karies atau disebut demineralisasi (penghilangan mineral). Karies
timbul karena adanya plak gigi yang merupakan lengketan bakteri dan
produk-produk yang terbentuk pada permukaan gigi. Jenis bakteri ini dapat
meningkatkan keasaman gigi, akibatnya email gigi ikut larut dan timbullah
karies. Umumnya pasta gigi mengandung fluorida yang berfungsi sebagai pembunuh
bakteri dan kalsium.
SAMPHO. Sampho berfungsi
membersihkan rambut. Kemalangan menggunakan sampo dapat menyebabkan adanya
ketombe di kulit kepala. Penyebab ketombe adalah polusi udara dan masalah
psikis seperti stress. Seseorang yang berketombe akut akan mengalami kerusakan
kulit kepala, mulai dari rasa gatal hingga infeksi.
.
b. Pembersih Pakaian
Sabun cuci pakaian dapat dibagi
dua, yaitu sabun dan detergen. Sabun dan detergen memiliki fungsi yang sama,
yaitu bila ditambahkan ke dalam air, dapat melepaskan kotoran dari suatu benda.
Cara kerjanya adalah menurunkan tegangan permukaan air, sehingga air mudah
membasahi bahan, kemudian sabun atau detergen menarik kotoran dari bahan,
menahan kotoran agar tetap sebagai suspensi dalam air. . Kotoran yang bersifat
nonpolar, seperti minyak atau lemak tidak akan hilang jika hanya dibersihkan
menggunakan air. Oleh karena itu, diperlukan detergen sebagai pembersihnya.
Ujung hidrofob detergen yang bersifat nonpolar mudah larut dalam minyak atau
lemak dari bahan cucian. Maka ketika
menggosok atau memeras pakaian membuat minyak atau lemak menjadi
butiranbutiran lepas yang dikelilingi oleh lapisan molekul detergen. Gugus
polarnya berada di luar lapisan sehingga butiran itu larut di air. Detergen
dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Detergen yang dibuat dari asam hidrokarbon
yang struktur rantainya lurus. Bahan ini dapat dihancurkan oleh mikroba
(Biodegradable)
2) Detergen yang dbuat dari asam hidrokarbon
yang struktur rantainya bercabang. Bahan ini tidak dapat dihancurkan oleh
mikroba (Unbriodegradable)
Komponen detergen ada 3 yaitu :
1. Surfaktan berfungsi meningkatkan daya
pembahasan air sehingga kotoran yang berlemak dapat dibasahi, mengendorkan dan
mengangkut kotoran dari kain dan mensuspensikan kotoran yang telah terlepas,
sehingga kotoran tidak menempel kembali pada barang yang dicuci. Macam-macam
surfaktan yang digunakan pada detergen yaitu:
a) Linear alkil benzena sulfanat (LAS),
etoksisulfat, alkil sulfat, memiliki daya bersih yang sangat baik, dengan busa yang sangat banyak, biasanya digunakan
untuk pencuci kain dan pencuci piring.
b) Etoksilat, dapat mencuci dengan baik hampir
semua jenis kotoran dan dapat bekerja di air sadah (air yang kandungan
mineralnya tinggi)
c) Amonium kuarterner digunakan pada pelembut
(softener)
d) Imidazolin dan betain, digunakan untuk
pencuci alat-alat rumah tangga.
2. Penguat (builder) berfungsi meningkatkan
efesiensi surfaktan, membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar
proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan
dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Builder yang digunakan adalah
senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau
zeolet.
3. Parfum : berfungsi memberi aroma pada
sabun atau deterjen.
c. Pembersih Lantai
Pembersih lantai umumnya mengandung
formalin sebagai bahan aktif. Formalin berfungsi sebagai pembunuh kuman, akan
tetapi beracun jika termakan. Untuk itu berhati- hatilah menggunakan pembersih
lantai. Untuk lebih memberikan kenyamanan pada si pemakai, biasanya pembersih
lantai diberi pewangi. Hal ini karena bau formalin yang tidak enak.
Rumah atau kamar mandi yang
berporselen biasanya menggunakan pembersih porselen. Pembersih porselen
memiliki komposisi yang berbeda dengan pembersih lantai. Biasanya pembersih
porselen dibuat dari asam-asam kuat seperti klorida (HCL). Asam tersebut
berguna untuk melarutkan kotoran yang ada di porselen.
d. Pembersih Peralatan Dapur
Dari dulu sampai sekarang, banyak
orang yang masih menggunakan abu untuk membersihkan peralatan makan. Hal ini
sebenarnya cukup baik, karena pada abu terdapat zat yang dapat membantu
menghilangkan kotoran. Namun, untuk efektivitas orang telah menggunakan sabun
pembersih peralatan masak. Walaupun di beberapa rumah tangga masih mencampurkan
dengan abu.
2. BAHAN PEMUTIH
Pemutih adalah sejenis sabun,
umumnya cair, namun bukan sabun, yang digunakan untuk memutihkan pakaian.
Pemutih umumnya memiliki bahan aktif klorin. Zat ini cukup berbahaya, maka
hati-hati dalam menggunakannya. Selain klorin, bahan aktif lainnya adalah
sodium perborat. Sodium perborat berupa bubuk berwarna putih yang banyak
digunakan untuk memutihkan tekstil.
Tidak hanya pakaian yang
menggunakan pemutih. Akibatnya banyaknya iklan di televisi yang memunculkan
pemikiran bahwa orang cantik adalah yang berkulit putih, maka banyak orang
membeli pemutih wajah. Berhati-hatilah dalam menggunakan pemutih wajah, karena
da yang menggunakan merkuri.
3. BAHAN PEWANGI
Wangi-wangian yang dipakai di
badan, digunakan di ruangan, atau disemprotkan ke pakaian, pada dasarnya adalah
sama, hanya bahan pencampuranya saja yang berbeda. Jaman dahulu, orang
mengambil wangi-wangian dengan cara penyulingan (destilasi) dari
tumbuh-tumbuhan asli. Sekarang, orang membuat wangi-wangian di pabrik dengan
bahan baku yang berasal dari minyak bumi. Jadi, wangi melati dari parfummu sama
dengan wangi melati yang ada di bunga melati, namun sumbernya berbeda. Wangi
yang ada di parfum bajumu sama sekali bukan dari bunga melati sungguhan. Namun,
dibuat sedemikian rupa agar mirip dengan melati sungguhan. Menarik bukan?
4. INSECTISIDA
Banyak jenis dan merek obat anti
nyamuk yang dijual. Misalnya, obat banti nyamuk bakar, seperti baygon, tiga
roda, garuda, dan masih banyak lagi. Belum lagi obat anti nyamuk jenis oles
(lotion), semprot, dan elektrik.
Bahan-bahan pengusir nyamuk
tersebut dapat digolongkan ke dalam jenis pestisida, atau lebih spesifik lagi disebut
dengan istilah insektisida. Untuk lebih jelasnya, pestisida adalah racun yang
digunakan oleh manusia untuk membasmi hama. Pestisida terdiri atas beberapa
jenis;
Ø
Insektisida, digunakan untuk membasmi serangga seperti nyamuk, kecoa,
lalat, dan sebagainya.
Ø
Herbisida, digunakan untuk membasmi tumbuhan pengganggu atau gulma.
Ø
Fungisida, digunakan untuk membasmi jamur atau cendawan.
Ø
Rodentisida, digunakan untuk membasmi binatang pengerat seperti tikus.
Ø
dan masih banyak lagi.
obat anti nyamuk sebagai bagian
dari pestisida, sebenarnya adalah sejenis racun. Untuk itu hati-hati dalam
penggunaan obat anti nyamuk tersebut. Obat anti nyamuk umumnya menggunakan
bahan aktif organoposfat atau sejenis octachlorofil ether. Tentu kedua bahan
itu sangat Tentu kedua bahan itu sangat
beracun.
EFEK SAMPING BAHAN KIMIA RUMAH
TANGGA DAN CARA PENCEGAHANNYA
1. Efek Samping Pembersih dan Cara
Pencegahannya
Sabun mandi, sabun cuci, pembersih
lantai, sampo, dan pasta gigi adalah bahan-bahan kimia yang hampir digunakan
setiap hari. Air sisa penggunaan bahan-bahan tersebut, oleh masyarakat kita
sebagian besar dibuang di sungai. Akibatnya sungai menjadi tercemar, sehingga
ekosistem yang ada di dalamnya menjadi rusak, misalnya ikan-ikan di sungai banyak berkurang.
Disamping itu banyak masyarakat yang tingal di sepanjang Daerah Aliran Sungai
(DAS) yang menderita penyakit kulit, sebab beberapa penduduk menggunakan air
sungai sebagai sumber air untuk mencuci pakaian, mandi, mencuci peralatan
masak, dan yang lainnya. Selain itu bahan-bahan pembersih juga dapat berdampak
langsung terhadap manusia itu sendiri. Contohnya, sabun cuci atau detergen. Pemakaian detergen berlebih
dan tangan bersentuhan langsung dengannya, dapat menyebabkan iritasi kulit.
Kulit terasa kering, melepuh, retak-retak, dan mudah terkelupas. Hal ini jika
dibiarkan berlanjut dapat mengakibatkan eksim kulit.
Cara Pencegahannya
1)
Menggunakan detergen dengan konsentrasi yang encer dan kadar ABS yang
rendah.
2)
Menggunakan detergen yang mudah terurai, seperti sodium dodesil sulfat
(SDS).
3)
Menyimpan sabun pada tempat yang benar sehingga jauh dari jangkauan
anak.
4)
menghindari penggunaan pasta gigi berlebih.
5) Penggunaan pembersih piring
harus hati-hati. Lebih baik menggunakan sabun pencuci piring cair. Sabun cair
lebih lunak dibandingkan sabun colek atau detergen. Apabila telah dicuci,
usahakan jangan digunakan sebelum peralatan tersebut kering. Hal ini perlu
dilakukan untuk mencegah adanya sabun yang termakan oleh kita, karena masih
tersisa di piring, sendok, atau gelas. Sabun yang termakan oleh manusia dapat
menyebabkan penyakit degenaratif, seperti kanker atau tumor.
2. Efek Samping Pemutih dan Cara Pencegahannya
Banyak pemutih wajah yang
menggunakan merkuri. Merkuri dalam tubuh bersifat racun. Untuk pencegahan,
gunakan pemutih wajah yang tidak mengandung merkuri. Atau lebih baik
menggunakan bahan-bahan pemutih wajah alami. Pemutih pakaian sebagaian besar
dibuat dari jenis bahan kimia yang sangat kuat. Umumnya bersifat korosif. Oleh
karena itu, hindari kontak langsung dalam waktu lama.
3. Efek Sampin Pewangi dan Cara
Pencegahannya
Bahan pewangi yang sering
menimbulkan maslaah terutama berasal dari pewangi ruangan dan pewangi badan.
Umumnya, pewangi menggunakan senyawa cloro fluoro carbon atau dikenal dengan
nama CFC. Gas ini di udara bereaksi dengan ozon. Ozon berfungsi melindungi bumi
dari sinar ultraviolet yang dapat menyebabkan kanker. Karena ozon bereaksi
dengan CFC, maka ozon semakin tipis dan akhirnya hilang sama sekali. Di belahan
bumi utara ada daerah yang sudah bocor ozonnya. Apabila ozon rusak, dampaknya
adalah serangan sinar ultraviolet terhadap penghuni bumi.
Beberapa pewangi dapat menyebabkan
dampak negatif secara langsung. Misalnya menyebabkan iritasi kulit. Penghisapan
langsung pewangi semprot dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan.
Oleh karena itu, hindari mencium langsung pewangi pada saat disemprotkan.
4. Efek Samping Insektisida dan Cara
Pencegahannya
Insektisida yang sering digunakan
di rumah umumnya adalah obat anti nyamuk, anti keceoa, dan sejenisnya. Obat
anti nyamuk umumnya terbuat dari bahan aktif dichlorovynil dimethyl phosfat
(DDVP), propoxur (karbamat), dan diethyltoluamide. Bahan-bahan ini mengandung
racun. Kandungan tertinggi dalam bentuk bakar, semprot, kemudian elektrik. Pada
beberapa obat nyamuk bakar terdarpat octacholofil ether, dikenal dengan nama
S2. S2 memiliki daya tahan lebih lama jika berada dalam suatu ruangan. Dengan
sifatnya yang karsinogenik (penyebab kanker) dan mutagenik, maka S2 sangat
berbahaya.
Cara Pencegahannya
1) menggunakan produk pembasmi serangga
seperlunya, atau Mengurangi pemakaian insektisida secara berlebihan
2) tidak menggunakan produk pembasmi serangga
aerosol yang mengandung CFC.
3) Selalu menjaga kebersihan lingkungan.
4) Menggunakan bahan pembasmi serangga
(insektisida) yang lebih ramah lingkungan, seperti insektisida biologis,
pengembangan hama jantan mandul, dan memanfaatkan ekstrak bunga atau daun
tertentuv
Tidak ada komentar:
Posting Komentar